Cerita Pendek (Cerpen) Birthday For You




BIRTHDAY FOR YOU
Esti Noor Wibawa Sakti

“Happy Birthday to you..”
“Happy Birthday to you..”
“Happy Birthday, Happy Birthday...”
“Happy Birthday to youu...”
Suara Gia menggema di ruangan yang didominasi oleh warna pink. Tak lama isakan tangis terdengar dari bibir mungil Gia.  Sambil memeluk Teddy Bear kesayangan dan memegang sebuah bingkai foto, Gia merapalkan doanya dengan isakan yang masih tersisa.
“Selamat ulang tahun ke-22 Nemo. Semoga menjadi laki-laki yang bahagia dan sukses nanti, aku disini selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”
Sederhana memang doanya, tapi ada sebuah harapan yang terselip didalam doa tersebut. Gia mengusap bingkai foto yang dipengangnya, lalu menaruhnya kembali di atas nakas samping tempat tidurnya. Diliriknya jam, menunjukkan pukul  12 lewat 3 menit.  Gia berjalan menuju meja belajarnya dan memegang sebuah buku dari kulit kayu yang dibuatnya satu bulan yang lalu.
Gia merelakan jam tidur malamnya, hanya untuk merayakan ulang tahun seseorang yang sangat dicintainya dua tahun ini. Jangan berpikir Gia merayakannya bersama dengan teman-temannya, tidak! Gia merayakannya sendiri didalam kamarnya, ditemani oleh Teddy Bear kesayangannya dan sebuah foto yang telah diberi bingkai cantik.
Ceklek!
Setelah mematikan lampu, Gia segera berbaring diatas ranjang miliknya dan mulai memasuki alam mimpi yang telah menunggunya.
***
Gia berjalan sambil membawa buku kulit kayu miliknya, mendekati seseorang yang sedang asik berbincang dengan teman-temannya bermaksud memberi sebuah karyanya. Tak sempat Gia mendekat, dilihatnya ada seorang gadis cantik yang menghampiri orang tersebut dan langsung menciumnya.
“Happy Birthday Nemo sayang! Maaf ya tadi malem surprisenya telat 7 menit.” Ucap gadis cantik itu pada Nemo, seseorang yang sedang berbincang dengan teman-temannya. Tujuan Gia datang.
Gia yang melihat kejadian tersebut langsung berhenti ditempat dan memilih menyaksikan adegan Nemo dan gadis cantik itu.
“Aduh! Tumben ni panggil sayang, trus udah berani cium-cium ya.” Goda Nemo sambil mengacak poni gadis cantik itu.
“Apaan sih?! Berantakan Nemo.” Gadis cantik itu mengerucutkan bibirnya, makin terlihat imut saja dimata semua orang termasuk dimata Gia yang sedang memeperhatikan kejadian itu.
Gia mengeratkan pegangannya pada buku kayu karyanya, melihat adegan seperti itu membuat hatinya teriris pedih. Sebisa mungkin Gia menahan bulir-bulir bening yang sudah menumpuk agar tidak jatuh mengalir ke pipi tembemnya. Kejadian ini sering dialami Gia.
Pergi dan manjauh sepertinya itu ide yang baik untuk Gia disaat kejadiaan seperti ini, tetapi ide itu tak akan dituruti Gia kali ini. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, tetapi Gia merasakan akan pergi jauh meninggalkan Nemo nya itu.
Dilihatnya lagi, Nemo sedang asik berbincang dengan gadis cantik itu. Nemo yang selalu ada dihatinya selama dua tahun ini, Gia sangat mencintai laki-laki berwajah manis itu. Melihat tidak ada tanda-tanda bahwa gadis cantik itu akan pergi, Gia memutuskan pergi menjauh, dan mengikuti kata batinnya.
***
 
Gia membuka lembar demi lembar buku yang dibuatnya. Buku dari kulit kayu yang dibuatnya satu bulan lalu, butuh perjuangan untuk membuat sebuah buku saja.
Dilihatnya lembar pertama, sebuah foto laki-laki berwajah manis dan seorang perempuan berpipi tembem sedang bermain sepeda disebuah taman kota, fotonya dengan Nemo. Difoto itu, keduanya sama-sama tertawa lepas. Gia membaca tulisan yang ada di bawah foto tersebut.
“Kamu inget gak Nemo, waktu kamu ajarin aku naik sepeda. Awalnya aku takut banget loh sama sepeda, eh! Pas kamu ajarin akunya malah bisa. Hehehe... kan diajarin sama cowok ganteng kayak kamu.”
Gia tersenyum dan mengelus foto tersebut setalah membacanya.
Dibuka nya lagi lembar kedua dan melihatkan foto dirinya dan Nemo sedang bergandengan dengan latar pameran lukisan dibelakangnya. Foto itu diambil tanpa sepengetahuan Gia, dan terlihat natural. Gia membaca tulisan yang disamping foto itu.
“Ini pertama kalinya kamu pegang tangan aku Nemo. Aku seneng banget waktu itu, kamu ajak aku jalan-jalan liat pameran lukisan. Jujur, aku buta banget sama lukisan makanya aku diem aja waktu itu. Tapi aku seneng banget pas kamu gandeng tangan aku, tangan kita pas. Kenapa gak aku aja yang selalu kamu gandeng? Kenapa harus dia?”
Gia tersenyum hambar melihat foto itu, dan langsung menutup bukunya. Gia menyambar pulpen dan sebuah kertas, lalu menuliskan sesuatu dan diselipkannya di dalam buku kayu tersebut.
Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul empat sore. Gia memutuskan untuk ke rumah Nemo saja dan memberikan buku itu pada Nemo. Gia segera mengendarai Honda Jazz putih miliknya menuju rumah Nemo.
***
 
TENG NONG! Suara bel rumah gergaya minimalis dan elegan.Sang empunya, Nemo keluar membukakan pintu dan melihat tamunya.
“Eh, Gia! Ayo masuk dulu.” Nemo mempersilahkan Gia masuk.
Gia menuruti saja, dan duduk di sofa empuk milik keluarga Nemo.
“Kok muka kamu pucet banget Gia, kamu sakit?” tegur Nemo.Gia menggeleng dan tersenyum manis.
“Happy Birthday Nemo.” Ucap Gia sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Nemo menyambutnya, tetapi kerutan kecil mulai muncul didahi Nemo.
“Kok tangan kamu dingin banget Gi?” tanya Nemo bingung.
Gia hanya tersenyum, lalu melepaskan tangannya. Bertambahlah kerutan di dahi Nemo karena bingung dengan Gia yang sekarang menjadi pendiam.
“Aku buat teh anget bentar ya, kayaknya kamu kedinginan Gi.” Baru saja Nemo hendak melangkah kedapur, teapi langkahnya terhenti karena suara Gia.
“Aku sayang kamu Nemo.” Ucap Gia. Nemo berbalik dan mendekati Gia, lalu mengelus sayang ramubut panjang milik Gia.
“Aku juga sayang kamu, sebagai sahabat.” Balas Nemo dengan senyum manisnya.
Gia memandangi Nemo lama, Nemo bingung dan ingin bertanya tetapi suaranya tertahan karena intrupsi dari Gia.
“Aku pamit dulu ya Nemo.” Gia berucap dengan terus menatap lekat Nemo.
“Kamu naik apa tadi kesini?” tanya Nemo.
“Aku sendiri... Aku pamit ya Nemo, mau pergi dulu.” Nemo bingung dengan kata-kata Gia yang menurutnya aneh, tetapi dia berusaha tidak memperdulikannya.
Gia berjalan keluar yang diikuti Nemo.
“Ya udah, kamu hati-hati ya Gi.” Pesan Nemo. Gia tersenyum manis, bahkan sangat manis kali ini. Wajahnya tampak berseri-seri.
“Kalau aku pergi, kamu jangan sedih ya Nemo. Kamu harus sukses dan nurut sama ayah dan ibu kamu, dan juga jangan kecewakan Nindy. Aku liat dia tulus sayang sama kamu.” Pesan Gia pada Nemo.
“Kamu apaan sih Gia, aneh deh ngomongnya.” Sejujurnya Nemo mulai merasakan persaan tidak enak setelah mendengar ucapan Gia barusan.
Kriiiingggg... kriingggg.....
“Tuh ada telepon, yaudah aku kamu masuk sana. Aku pergi dulu.” Ucap Gia lalu ia berjinjit dan mengecup pipi Nemo. Nemo hanya tersenyum, dan segera masuk mengangkat telepon.
Gia sudah tak terlihat lagi di sekitar rumah Nemo, entah bagaimana dia begitu cepat pergi.
“APA!! Gak, gak mungkin Ko, Lo pasti bohong. Gue tadi baru aja ngobrol sama dia, dia yang kerumah Ko.” Suara Nemo terdengar heran.
“Ya ampun Nemo! Untuk apa gue bohong sama elo. Jelas jelas nih ya, gue sama Ardi ada di tempat kejadian perkara sampai sekarang di rumah sakit, dan Gia baru aja meninggal Nemo. Kalau lo gak percaya lo kesini aja.” Suara seberang telepon menyahut.
Tuuttt... tuuuttt sambugan telepon itu terputus.
Nemo mengacak rambutnya frustasi. Gak mungkin Gia meninggal, barusan dia cium pipi gue masih berasa banget lagi anget nya. Batin Nemo.
Gue harus buktiin sendiri Nemo langsung menyambar kunci motornya dan segera menuju ke rumah sakit, yang diberitahukan oleh Riko tadi.
***
Suasana salah satu ruangan yang ada di rumah sakit Fatma begitu haru dan menyedihkan. Teman-teman Gia yang mendapatkan kabar bahwa Gia kecelakaan dan meninggal ditempat sangat terkejut dan langsung menuju ke rumah sakit ini. Orang tuanya sedang dalam perjalanan dari luar kota.
Gia mengalami kecelakaan mobil pada saat menuju rumah Nemo. Menurut warga sekitar, Gia mencoba menghindari truk yang tiba-tiba muncul dihadapannya dengan membanting setir ke kanan dan menabrak pembatas jalan. Mobil Gia rusak parah, pada saat itu Ardi dan Riko yang merupakan teman Gia dan Nemo sedang melintasi jalan tersebut dan melihat Gia yang sudah dibawa ke ambulance. Ardi ikut masuk ke ambulance, sedangkan Riko mengikuti dari belakang dan segera menlefon orang tua Gia, dan teman-temannya termasuk Nemo.
“Gia...” lirih Nemo saat sudah sampai didepan jasad Gia.
“Nemo, lo harus kuat ya.” Ucap salah satu teman mereka.
Tiba-tiba seorang cewek cantik langsung memeluknya, nemo terdiam beberapa detik lalu melepaskan pelukannya. Nemo berjalan menuju Gia yang sudah ditutupi selimut putih sekujur tubuhnya.
“Gia...” lirih Nemo sambil membuka selimut itu dan terlihatlah wajah pucat Gia yang sedang tersenyum.
“Bangun Gi! Kamu dingin banget..” Nemo mengusap lembut wajah Gia
Tes! Sebulir air mata Nemo jatuh tepat di pipi tembem Gia. Nemo memegang erat tangan Gia, tangan satunya lagi digunakan untuk mengelus wajah pucat Gia.
“Bangun dong Gia, hiks.. hiks.. kamu masih ada hutang, hiks.. sama aku.. kamu janji mau buatin cumi asam manis, hiks.. hikss...” runtuh sudah pertahanan Nemo, dia menangis sambil mengguncangkan badan Gia.
Seluruh teman yang ada diruangan itu pun makin menjadi nangis, mereka tau bahwa Nemo dan Gia adalah sepasang sahabat yang tak bisa dipisahkan sejak SMA. Gadis cantik bernama Nindy segera menghampiri Nemo dan menarik Nemo kedalam rengkuhannya.
Nemo menangis sejadi-jadinya dalam rengkuhan hangat Nindy. Nindy tahu, bahwa Gia adalah sahabat Nemo, dan sudah dianggap adik oleh kekasihnya itu.
“Gak mungkin Gia.. hiks..hikss...” racau Nemo. Nindy iku menangis juga melihatnya.
***
 
Satu persatu orang yang berdiri digundukan tanah merah tersebut mulai pergi, hanya tinggal beberapa saja. Diantaranya, sepasang suami istri, Nindy, Nemo, Ardi dan Riko.
“Nemo, Om sama tante duluan ya nak.” Pamit  papanya Gia. Nemo hanya mengangguk.
Bahkan orang tua Gia pun tak menyangka bahwa, putri semata wayang mereka telah menghadap sang khalik.
Tangan mulus Nemo mengelus batu Nisan yang ada dihadapannya, rasanya masih tak percaya bahwa sahabatnya yang sudah dianggap adik itu pergi jauh meninggalkannya, sahabat yang selalu menemaninya. Jika tak ada nama Gia yang tertera di batu nisan itu, mungkin Nemo tak akan percaya dan memarahi Gia karena bercandanya keterlaluan. Tapi rasanya mustahil.
“Nemo ayok balik.” Kini Ardi yang bersuara, respon Nemo hanya diam dan terus mengelus nisan Gia.
“Ayo pulang, gue mau ngasih sesuatu yang ditinggalkan Gia untuk Lo.” Riko berucap dengan serius dan mulai menarik Nemo berdiri. Nindy hanya diam saja, takut salah jika mengeluarkan suara.
Akhirnya setelah setengah jam, Nemo pulang.
Dikamar Nemo, Riko dan Ardi memberikan sebuah buku kayu kepada Nemo.
“Apa ini?” tanya Nemo sambil mengangkat satu alisnya.
“Gue dikasih sama warga yang nolong Gia pas kejadian kemarin, itu sih yang dipegang Gia terakhir.” Jelas Ardi.
Tanpa banyak tanya lagi Nemo membuka buku tersebut lembar per lembar. Dilembar pertama, Nemo melihat fotonya dan Gia yang sedang bersepeda di taman ia ingat betul saat itu Nemo mengajarkan Gia bersepeda. Terus Nemo buka Lembarnya, karena ada sepuluh Lembar, Nemo membuka lembar ke sepuluh, tidak ada foto yang ada hanya sebuah ukiran tulisan pada lembar kayu tersebut.
Nemo sahabatku, selamat bertambah usia. Ini kado yang aku bikin sendiri, harapanku untuk kamu. Tambah dewasa, selalu dan selalu sayang dan berbakti sama ibu dan ayah kamu. Jadi laki-laki yang baik, dan jangan kecewakan aku. Aku sayang kamu sebagaimana sayang cewek ke cowok. Terima kasih sudah hadir dihidupku dan menjadi sahabatku yang sabar dengan kebawelanku. Peluk hangat, Gia.
Nemo yang membaca itu sebenarnya ingin menangis, tetapi air matanya tak mau keluar seakan kering dan kosong tak tersisa. Nemo menemukan kertas yang ditempel di kulit buku, lalu membuka dan membacanya.
Dear Nemo.
Hai Nemo! Aku gak mau basa basi lagi. Aku cinta kamu. Aku punya firasat kalau aku akan pergi jauh, jadi aku kirim surat ini kekamu yag kuselipkan di buku karyaku. Aku gak tau mulai kapan aku cinta kamu, yang jelas aku cinta kamu. Berbahagialah sama Nindy jika aku sudah gak ada lagi didunia, jangan lupakan aku.
Salam manis, Gia
Nemo tersenyum, lalu segera menghampiri Nindy yang berdiri di depan jendela kamarnya dan segera merangkul pundak Nindy. Riko dan Ardi melangkah keluar, mengerti situasi dan kondisi.
Nemo mengecup singkat kening Nindy.
“Aku sayang kamu. Kata Gia aku harus bahagia sama kamu. Kamu mau kan jadi pacar aku sampai batas waktu yang tak ditentukan dan setelahnya kita akan menikah?” tanya Nemo pada Nindy.
Nindy tersenyum manis dan  mengusap lembut wajah Nemo.
“Aku lebih Sayang kamu.”
_END_

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.